Menjadi
guru, bukanlah pekerjaan mudah. Didalamnya, dituntut pengabdian,
dan juga ketekunan. Harus ada pula kesabaran, dan welas asih dalam
menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya, guru bukan hanya mendidik,
tapi juga mengajarkan. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu
menjalankannya.Menjadi guru juga bukan sesuatu yang gampang. Apalagi,
menjadi guru bagi anak-anak yang mempunyai “keistimewaan”. Dan saya,
merasa beruntung sekali dapat menjadi guru mereka, . Ada kenikmatan tersendiri, berada di tengah anak-anak,.
Setelah membereskan beberapa alat belajar, anak-anak pun bersiap di bangku
masing-masing.Duduk, damai sekali melihat anak-anak itu bersiap dengan
posisi serapih-rapihnya. Tangan yang bersedekap diatas meja, dan tatapan
polos kearah depan, saya yakin, membuat setiap orang tersenyum. mulai memimpin doa, memimpin setiap anak untuk mengatupkan mata
dan memanjatkan harap kepada Alloh.SWT
Damai.
Damai sekali mata-mata yang mengatup itu. Teduh. Teduh sekali
melihat mata mereka semua terpejam. Empat jam sudah saya bersama
“malaikat-malaikat” kecil itu. Lelah dan penat yang saya rasakan, tampak
tak berarti dibanding dengan pengalaman batin yang saya alami. Kini,
mereka bergerak, berbaris menuju pintu keluar.
Lagi-lagi
saya terharu. Setibanya di depan saya, mereka semua
terdiam, mengisyaratkan untuk mencium tangan. Ya, mereka mencium tangan
saya, sambil berkata, “Selamat siang Pak Guru..” Ah, perkataan yang
tulus yang membuat saya melambung. Pak guru…Pak Guru, begitu ucap mereka
satu persatu.
Anak
yang terakhir telah mencium tangan saya. Kini, tatapan saya bergerak
ke samping, ke arah punggung anak-anak yang berjalan ke pintu keluar.
Dalam diam saya berucap, “..selamat jalan anak-anak, selamat jalan
malaikat-malaikat kecilku…” Saya membiarkan airmata yang menetes di
sela-sela kelopak. Saya biarkan bulir itu jatuh, untuk melukiskan
perasaan haru dan bangga saya. Bangga kepada perjuangan mereka, dan juga
haru pada semangat yang mereka punya.
***
Teman,
menjadi guru bukan pekerjaan mentereng. Menjadi guru juga bukan
pekerjaan yang gemerlap. Tak ada kerlap-kerlip lampu sorot yang
memancar, juga pendar-pendar cahaya setiap kali guru-guru itu sedang
membaktikan diri. Sebab mereka memang bukan para pesohor, bukan pula
bintang panggung.
Namun,
ada sesuatu yang mulia disana. Pada guru lah ada kerlap-kerlip
cahaya kebajikan dalam setiap nilai yang mereka ajarkan. Lewat guru lah
memancar pendar-pendar sinar keikhlasan dan ketulusan pada kerja yang
mereka lakukan. Merekalah sumber cahaya-cahaya itu, yang menyinari
setiap hati anak-anak didik mereka.
Dari
gurulah kita belajar mengeja kata dan kalimat. Pada gurulah kita
belajar lamat-lamat bahasa dunia. Lewat guru, kita belajar budi pekerti,
belajar mengasah hati, dan menyelami nurani. Lewat guru pula kita
mengerti tentang banyak hal-hal yang tak kita pahami sebelumnya. Tak
berlebihankah jika kita menyebutnya sebagai pekerjaan yang mulia?